Senin, 28 Februari 2011

Konflik internal Masyarakat Adat Tabati lebih Mahal dari Harga ganti Rugi Pembagunan Mega Proyek Ring Road.

Ibarat pepatah, “sudah jatuh,tertimpa tangga pula “. Begitulah situasi yang dialami Masyarakat Adat Tabati setelah beberapa bulan ini terkatung-katung memperjuangkan hak ulayat warisan orang tua dan leluhur mereka atas pembangunan Asset Nasional “Mega Project Ring Road Hamadi-Puay”.
Masyarakat Adat Tabati merupakan salah satu kelompok masyarakat Adat Asli Papua yang menghuni Teluk Youtefa sejak turun temurun .
Teluk Youtefa ini pun telah terdaftar khusus sebagai suatu “Kawasan Lindung” yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008, Tanggal 10 Maret 2008, Sebagai kawasan Strategis Nasional.Selain Peraturan Pemerintah ini ada juga beberapa Keputusan Pemerintah baik Nasional maupun Daerah yang memberikan beberapa gelar tambahan bagi kawasan yang satu ini.

Konflik Internal diantara masyarakat Adat Tabati akhirnya tak dapat dihindari lagi.
Yang sedang terjadi sekarang ini adalah kelompok masyarakat yang satu memandang kelompok yang lain sebagai musuh bukan sebagai satu bagian yang utuh dalam hubungan adat bahkan kekerabatan.Perasaan sakit hati diantara masyarakat adat,mulai sangat meruncing setelah pencanangan Mega Project ini dilaksanakan diwilayah kawasan teluk Youtefa pertengahan tahun lalu.

Pihak terkait pembagunan Mega Project ini atau siapa saja atau juga mungkin pihak Pemerintah akan pasti berpikir dan juga beralasan bahwa konflik yang timbul ini tak ada kaitannya dengan kegiatan pembangunan ini,tetapi inilah realita yang sedang terjadi ditingkat masyarakat adat Tabati akibat pembangunan “Mega Project” yang total biaya Rp 7,6 Triliun itu.
Jalan “Ring Road” ( Jalan Lingkar ) segmen I (pertama) dari project ini yang bersentuhan langsung dengan kawasan hak ulayat Masyarakat Adat Tabati sepanjang 3,5 kilometer dan dianggarkan menghabiskan anggaran sebesar Rp 503 Milyar.
Pembangunan jalan Ring Road ini sendiri akan dibagi dalam lima segmen, yaitu :
• segmen I dibangun dari Hamadi Pantai tembus ke Vihara (Skyline),
• segmen II dari Vihara (Skyline) tembus ke Yoka,
• segmen III dari Yoka ke Puay/Sentani,
• segmen IV dari Puay ke Kota Baru yang terletak di Selatan Danau Sentani
• segmen V akan langsung tembus ke Bandara Sentani.
Rencana pembangunan jalan Ring Road ini akan dilakukan di titik utama yaitu dari Hamadi tembus ke Bandara Sentani dan juga Kota Baru sepanjang 37 kilometer.
Pelanggaran Hak-hak dasar dari masyarakat Adat Tabati telah dan sedang terus terjadi dengan menghasilkan akibat-akibat konflik diantara mereka.
Padahal Hak-hak Dasar ini telah tertuang dan dikaji secara jelas pada Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) – Tentang Hak-Hak Masyarakat Pribumi,yang seharusnya dapat diikuti oleh Pemerintah Pelaksana Pembangunan secara bertanggungjawab.
Khususnya pada Pasal 26 dari Deklarasi ini ,termuat secara jelas pada 3 point secara berturut-turut:
1. Masyarakat pribumi mempunyai hak atas tanah, wilayah, dan sumber daya yang secara tradisional mereka miliki, pakai atau gunakan atau dapatkan.

2. Masyarakat pribumi mempunyai hak untuk memiliki, menggunakan, membangun dan mengawasi tanah-tanah, wilayah-wilayah dan sumber-sumber daya yang mereka miliki atas kepemilikan tradisional atau dapatkan atau gunakan secara tradisional, dan juga mereka punyai atau warisi.

3. Negara harus memberikan pengakuan dan perlindungan hokum kepada tanah, wilayah dan sumber daya ini. Pengakuan seperti ini harus dilaksanakan dengan penuh penghormatan terhadap adat-istiadat, tradisi dan system kepemilikan tanah dari masyarakat pribumi yang bersangkutan.


Masalah yang ditimbulkan oleh konflik-konflik internal ini merupakan gejala-gejala kepudaran dan perubahan persepsi terhadap nilai-nilai dan karakteristik budaya masyarakat adat , terutama bagi generasi muda pada umumnya yang sayangnya didalam masyarakat adat Tabati justru meruncing karena adanya pembangunan “Mega Project” ini.

Kita semua tahu atau mungkin harus tahu, bahwa untuk mempermudah penyaluran partisipasi masyarakat dalam pembangunan, perlu adanya upaya pemberdayaan terhadap institusi-institusi lokal ,nilai-nilai tradisional yang secara internal terpelihara, dengan segenap atribut budayanya.
Upaya ini hanya dapat dilakukan dengan mengoptimalkan teknis pendekatan sosial budaya dengan cara beradaptasi dan mengikutsertakan semua tokoh adat ke dalam derap langkah kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan di daerah bukan dengan hanya segelintir kelompok karena adanya kepentingan sesuatu hal yang khusus.

Memang diakui beberapa hambatan kultural dalam realisasi program pembangunan diseantero jagat ini , yaitu;
• Adanya keraguan masyarakat terhadap program pembangunan,
• Adanya prasangka buruk terhadap innovasi baru,
• Adanya ketergantung terhadap institusi lokal dan
• Kesulitan masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan institusi-institusi modern,
• Terbatasnya inisiatif masyarakat dalam usaha menciptakan pola kerja baru.

Oleh sebab itu sekali lagi kami sarankan,sebaiknya dalam rangka membantu masyarakat keluar dari kesulitan, dan untuk menekan dampak hambatan cultural termasuk konflik internal diantara mereka maka setidaknya langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan oleh semua pihak dan terutama Pemerintah sebagai Penanggungjawab Pembangunan,adalah antara lain:
• mengikutsertakan masyarakat adat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan,
• memberdayakan sikap independensi peran serta masyarakat yang berakar dari nilai-nilai budaya masyarakat setempat.

Kekuatan kelompok masyarakat tertentu yang diuntungkan oleh pihak tertentu pelaksana Mega Project ini jauh lebih dominan daripada pihak yang potensial jadi korban yaitu masyarakat Adat Tabati pada umumnya.
Sayangnya posisi pemerintah sendiri tidak lebih dari sekedar fasilitator murni tanpa mencoba untuk mempertimbangkan posisi pihak mana yang paling harus didengar dan harus dilindungi haknya.

Akhirnya Inti dari penulisan ini bahwa Masyarakat Adat Tabati telah mulai berkonflik terbuka akibat pembangunan “Mega Project Ring Road Hamadi-Puay .
Ganti rugi Pemerintah yang dijanjikan nantinya mungkin akan diberikan sebenar-benarnya tak sebanding dengan luka hati yang dialami karena konflik diantara mereka.
Teluk Youtefa sebagai asset Wisata Jayapura, konsep pembangunan wisata dan masyarakat adatnya ternyata memang dilakukan hanya setengah hati saja.

Untuk menghindari konflik lebih buruk lagi diantara mereka ,Masyarakat adat Tabati hanya bersolusi untuk bisa saling menopang diantara mereka yang masih “sadar” akan Hak Utama mereka dengan tetap menjaga tatanan Adat istiadat,batas-batas wilayah kesukuan dan segala isi budayanya ,sebab sekali lagi..semua konflik yang sedang terjadi lebih mahal harganya dari penggantian apapun yang akan diberikan oleh Mega Project ini.

Selasa, 22 Februari 2011

Orkes Suling Tambur Tradisional Riwayatmu Dulu dan Sekarang . (Bagian 1)




Masyarakat Tabi pada dasarnya sangat cepat beradaptasi dengan pengaruh luar yang masuk bertambah pengetahuannya akan beberapa hal baru pada saat itu.
Ketika peradaban diawal abad 19 mulai merambah negeri dan tanah Tabi,musik dan lagu menjadi bagian didalamnya.
Alkisah suling sendiri bukan merupakan alat musik yang baru didalam kehidupan orang-orang Tabi.
Tersebut suling sakti yang ada di Yamna dan Tabati merupakan satu hal diantara beberapa hal lainnya yang sering digunakan suku-suku asli di Tanah Tabi untuk melakukan ritual-ritual budaya penyembahan mereka pada allah adat mereka masa itu.

Setelah masuknya injil beberapa hal tersebut yang tidak sesuai dengan iman kristiani harus terpaksa dimusnahkan oleh mereka.Budaya penggunaan suling saktipun dihapuskan.
Pengertian dihapuskan disini bukan berarti hilang sama sekali tetapi digantifungsikan oleh Guru-guru pekabar Injil yang notabene berasal dari Kepulauan Sanger dan Maluku.

Suling sakti yang sering digunakan di rumah "Karowari" diubah menjadi Orkes suling bagi kegiatan Ibadah pada Hari-hari Raya Gerejawi.

Di Tabati,Ondoafi Rumadic yang sempat pergi ke Batavia dan Bogor pada masa kejayaannya,memanfaatkan kesempatan itu untuk membeli Alat musik Tambur yang kemudian dipakai di Tabati bersama beberapa alat musik suling yang ada sehingga menjadi Orkes suling yang bagus dibawah asuhan guru Smeru

Perlu diketahui pada masa penugasan guru injil Smeru di Tabati sebagai jemaat mula-mula di Hollandia,kampung-kampung di teluk Humboldt,Youtefa dan Sentani. Diadakanlah suatu Ibadah Gereja Padang /Zendingsfeest (Ibadah keturunan Roh Kudus) di kampung Waimbronbano.
Jemaat-jemaat dan bakal-bakal Jemaat berjalan berhari-hari untuk sampai ke Waimbronbano .Jemaat Ora Et Labora (sekarang Viadolorosa ) –Tabati pada saat itu sudah mempunyai suling tambur .
Menurut cerita pada saat peringatan hari keturunan Roh Kudus itu,suatu pergerakan Roh Kudus yang luarbiasa terjadi di Waimbronbano,ratusan orang dipermandikan oleh pdt(Zendeling)Hogerwoaard sampai petang harinya. (dikutip dari "Ringkasan Sejarah Jemaat Viadolorosa tabati dari Masa ke Masa ).

Youtefa,Ketika aku teringat akanmu…


Kira-kira dua puluhan tahun yang lalu,aku dan teman-teman kecilku di sana yang juga adalah keluarga-keluarga dekatku masih bisa dayung bersukaria mengelilingi pulau Batu yang keras itu,mencari buah-buah merah manis yang tumbuh liar disekililing batunya..sehari penuh kami berkeliling dengan perahu-perahu kecil yang nyaris-nyaris tenggelam,sambil sesekali mendengar sahutan Burung-burung bakau menyambut kami pewaris-pewaris negeri..

Dicela-cela kesibukan itu kami bernyanyi bersukaria dengan berbagai nada bagaikan Choir yang sedang berlatih,kelelahan tak pernah hinggap dalam raga kami..

Ketika Air surut aku dan juga adikku akan bergabung dengan beberapa anak-anak pergi menikmati surutnya Metu Debi..Timbul Tenggelam…
Panasnya Pasir tak membuat kami Jerah dan bosan…Air yang sejuk..membuat semua menjadi betah…

Itulah kisahku ketika bersama semua sanak saudara kecilku,dikala itu..Dikala Youtefa masih tak begitu terganggu …

Waktu berlalu..semua hanya bisa aku kenangkan dan ceritakan kepada anak-anakku dan keponakan-keponakanku bahkan kalau Tuhan beri umur panjang bagi cucu-cucuku nanti..

Aku tak terlahir sebagai Anak yang hidup sehari-hari disana,tapi pengabdian Orang tuaku yang luarbiasa untuk Kampung ini membuat aku selalu tetap akan tersentuh dengan kehidupan harian disana..hampir tak ada masa liburan yang terlewatkan dari tempat ini..

Terpaksa,masa lalu di permukaan Youtefa ini hanya tinggal sebuah kenangan yang indah..
Hari ini,semua saudara bersaudara yang hidup disana dipenuhi dengan pertanyaan besar didalam benak..mengapa Teluk dan Kampung ini harus diporak-porandakan tanpa ada penjelasan,tanpa ada pamit,tanpa ada rasa tanggung jawab bagi keberlangsungan hidup semua yang bernapas diatas Teluk yang menjadi Idola Jayapura ini….

Waniambey Tirot…itulah yang hanya bisa kusuarakan dengan penuh serak dan sesak di dada..sedih.